Palu– Meninjau proses pelaksanaan riset, Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Provinsi Sulawesi Tengah adakan pertemuan dalam rangka pemaparan hasil pada Riset Deskripsi Dan Pemetaan Megalithikum Di Kabupaten Poso. Bertempat di Ruang Kerja Kepala Brida Provinsi Sulawesi Tengah. Rabu (17/07/2024).

Pemaparan ini dijelaskan langsung oleh Ketua Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) Sulawesi Tengah, Haliadi Sadi, dan saksikan langsung oleh Kepala Brida Sulteng, Faridah Lamarauna, Sekretaris Brida, Agustin Tobondo, pejabat administrator, pejabat fungsional analis dan pejabat fungsional peneliti lingkup Brida Provinsi Sulawesi Tengah.

Sebagaimana diketahui bahwa adanya penyebaran megalithikum yang ada di Kabupaten Poso, menjadikan daerah ini sebagai potensi cagar budaya di Provinsi Sulawesi Tengah. Adanya penelitian ini pun dilabar belakangi oleh UU No. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya, UU No. 5 tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan, peletakan dasar sejarah dan kebudayaan Sulawesi Tengah hingga pencanangan Provinsi Sulawesi Tengah sebagai negeri seribu megalith pada oktober 2023 silam.

Dalam pemaparannya, Haliadi Sadi mengungkapkan bahwa pada metodologi penelitian yang digunakan, terdapat empat tahap yang dilakukan yakni heuristik yang merupakan tahapan dengan cara mencari sumber arkeologi, sumber arsip, oral histori hingga titik koordinat semua benda dari perspektif geografi dan arsitektur. Tahap yang kedua yakni kritik sumber secara intern dengan melihat otentisitas serta ekstern yang melihat dari sisi cerita latar belakang.

Tahapan ketiga yaitu interpretasi atau pemberian makna dari benda-benda megalithikum yang ditemui. Dari makna tersebutlah para periset membuat fakta, yang kemudian disusun secara diakronis dan dilanjutkan dengan penjelasan secara sinkronik. Adapun tahap akhir dari penelitian ini yaitu historiografi melalui pembuatan artikel, buku, video, policy brief dan HKI.

“Kekurangannya dari penelitian ini adalah secara waktu kita belum melakukan analisa karbon karena kurangnya pembiayaan”ungkap Haliadi.

Kajian pustakan dari penelitian ini menggunakan beberapa sumber mulai dari tahun 1898 oleh Nicolaus Adriani dan Albertus Cristiaan Kruyt yang melaporkan tinggalan megalithikum dikawasan tersebut hingga yang terbaru pada tahun 2018 dari berbagai Kantor Cagar budaya di Indonesia melakukan suatu kegiatan deliniasi sepanjang 23 Juli hingga 15 Agustus 2018.

Terdapat tiga tahapan dari penelitian ini, terdiri dari observasi dan heuristik, pemetaan dan deskripsi, serta historiografi atau penulisan. Pada observasi awal dilakukan di daerah Napu pada tahun 2023 dengan mengobservasi Arca Menhir Peka Talinga di Tamadue Lore Timur yang merupakan batuan monolit jenis granit. Dilanjutkan pada observasi di Behoa pada situs megalithikum tadulako, hingga pada megalithikum jenis kalamba yang tertanam di situs pada.

Hasil dan pembahasan dari benda cagar budaya yang telah ditemukan, nanatinya akan dideskripsikan pada buku yang akan buat serta penambahan gambar-gambar dari megalith itu sendiri. Hal yang sama juga dilakukan pada proses wawancara, yang nantinya akan mendukung deskripsi tersebut hingga pada cerita-cerita rakyat, yang dilanjutkan dengan focus group discussion (FGD).

“Berdasarkan tiga hal ini, kami betul-betul mendapatkan informasi yang banyak tentang megalithikum yang sudah berjumlah 2012 benda, yang mana sebelum kita meneliti hanya terdapat 2009” jelasnya.

Dalam pemetaannya, terdapat tiga lembah yang menjadi tempat persebaran megalithikum yaitu Lembah Bada, Lembah Behoa dan Lembah Pekurehua/Napu. Persebaran megalithikum di Lembah Behoa, saat ini ditemukan 31 (tiga puluh satu) permukiman megalitik, tujuh permukiman kuno dengan luasan sekitar 350 ha. Adapun saat ini, situs-situs yang telah diekskavasi baru sebanyak tujuh situs megalitik, yaitu; Situs Tadulako, Pada Hadoa, Ntowera, Pokekea, Wineki, Halu Tawe dan Pada Lalu.

“Untuk penelitian situs megalith yang ada di Lembah Bada sendiri, menjadi tantangan menarik. Selain wilayahnya yang jauh, wilayah ini juga masuk kepedalaman Kabupaten Poso”lanjutnya.

Pada kesempatan tersebut, Haliadi mendeskripsikan beberapa situs megalith salah satunya yaitu Situs Watulumu terletak di Deso Tamadue, Kecamatan Lore Timur, Kabupaten Poso. Situs ini berada sekitar 2 kilo meter kearah tenggara dari Deso Tamadue. Pada situs ini terdapat peti kubur batu yang oleh masyarakat Napu disebut Watulumu.

Diakhir penjelasannya, Haliadi mengungkapkan bahwa selain artikel, buku, laporan penelitian, dan video dokumenter, nantinya akan ada luaran tambahan dari penelitian ini yaitu berupa Kamus Bahasa Bada. Pertemuan tersebut dilanjutkan dengan tanya jawab serta pemberian saran untuk kesempurnaan penelitian tersebut.

Sumber: PPID Brida Prov. Sulteng.

Brida Sulteng: Menuju Tahap Akhir Pelaksanaan Riset, Berikut Pemaparan Hasil Riset Megalithikum di Kab. Poso

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *