Palu – Kawal progres penelitian, Kepala Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Provinsi Sulawesi Tengah, Faridah Lamarauna, saksikan secara langsung pemaparan hasil riset lukisan tapak tangan prasejarah di Kabupaten Morowali Utara. Bertempat di Ruang Kerja Kepala Brida Provinsi Sulawesi Tengah. Rabu (17/07/2024).

Pada pemaparan tersebut, Kepala Brida Sulteng di damping oleh Sekretaris Brida, Agustin Tobondo, pejabat administrator, pejabat fungsional analis dan pejabat fungsional peneliti lingkup Brida Provinsi Sulawesi Tengah.

Dalam materi yang dipaparkan oleh, Haliadi Sadi, selaku anggota tim peneliti menjelaskan bahwa riset tersebut didasari oleh beberapa latar belakang, diantaranya seperti UU RI No.5 tahun 2017 tentang kebudayaan, UU RI No. 11 tahun 2010 tentang cagar budaya serta adanya beberapa kasus sejumlah wilayah bertransformasi menjadi wilayah industri di antaranya karena adanya potensi pertambangan dengan aktivitas mengambil dan memanfaatkan sumberdaya alam yang ada dalam lapisan bumi.

Pada kesempatan tersebut, Haliadi Sadi, juga menjelaskan bahwa saat ini wilayah Morowali dan Morowali Utara sudah menjadi wilayah pertambangan. Tidak sedikit diklaim wilayah tersebut sebagai wilayah adat, atau tanah ulayat, atau terdapat jejak sejarah dan arkeologis di atasnya. Adanya jejak tapak tangan yang ada dikawasan pertambangan tersebut, menjadikannya salah satu alasan mengapa riset ini dilakukan.

Dalam fakta yang ditemukan, hampir semua lokasi tapak tangan yang sempat dikunjungi berada di tebing batu berdiri kokoh berada di laut. Tebing yang menjadi media menempelnya lukisan langsung ke laut/air dalam dan tidak ada sama sekali daratan di bawahnya. Ikhtiar Hatta menyebutkan, terdapat lima titik lokasi tapak tangan di Kecamatan Petasia Kabupaten Morowali yaitu, tapak tangan ganda-ganda yang berada di Desa Topohulu, tapak tangan Gili Lana yang terdapat di pegunungan Batu Putih, tapak tangan Goa Air yang terdapat di Desa Gili Lana, tapak tangan Pingia yang terdapat di wilayah Tanjung Uge, dan tapak tangan Pulau Balasika/Pulu yang terdapat di Desa Tana Uge.

Kegiatan riset ini bertujuan untuk menguraikan sejarah gua prasejarah di Morowali dan Morowali Utara, menganalisis aspek historis dan perkembangan kebudayaan dan pradaban Masyarakat Morowali, menjelaskan aspek antropologi masyarakat pendukung Goa prasejarah di Morowali dan Morowali Utara, serta menganalisis aspek etnografis keberadaan goa prasejarah di Morowali dan Morowali Utara.

Kajian pustaka yang digunakan dalam penelitian ini yaitu kajian tulisan tapak tangan berbagai wilayah di Sulawesi, diantaranya yakni penelitian lukisan tapak tangan di Sulawesi mulai dikenal sejak tahun 1950 melalu kajian C.H.M Heeren-Palm yang dilakukan di gua Pettae, Maros, Sulawesi Selatan, penelitian van Heekeren di gua yang sama dan menemukan gambar seekor babi yang dilukis berwarna merah-coklat.

Di Sulawesi Tengah, lukisan tapak tangan pra aksara pertama kali ditemukan oleh tim ekspedisi ilmiah tentang kelelawar (Operation Drake) antara Indonesia-Inggris pada tahun 1990an yang melibatkan Norman Edwin dengan memperlihatkan temuan lukisan tapak tangan di tebing Batu Putih, Morowali Utara. Selanjutnya, pada tahun 1992, Rustam Semma melakukan penelitian tentang lukisan dinding pada tebing di kawasan Teluk To Mori Kabupaten Poso yang sekarang menjadi wilayah Kolonodale, Morowali Utara.

Pembukti adanya hunian dan budaya manusia modern awal berkarakter ras Australomelanesid ditemukan di beberapa wilayah di Sulawesi, antara lain; di kawasan Maros-Pangkep, yakni Leang Burung 1 dan Ulu Leang 1 sebagai pendukung budaya Toala (Sulawesi Selatan).

Pembuktian lainnya terdapat pada Gua Mbokita dan Berlin, Morowali (Sulawesi Tengah). Di gua tersebut ditemukan lukisan tapak tangan mirip dengan serangkaian lukisan tapak tangan di wilayah Teluk To Mori yang sudah pernah dilaporkan sebelumnya oleh Chazine (2014), seorang arkeolog Perancis.
Asumsi pembuatan lukisan tapak tangan dibuat pada suatu panil, baik berupa dinding, langit-langit, stalaktit, kolom, maupun tebing. Khusus pada pulau karst (pulau-pulau di Morowali, pulau kecil Misool, dan Arguni misalnya), sebelum air laut naik 150 meter, bentang alamnya menjadi bukit karst,.

Dari cerita lisan yang beredar, ada tiga kemungkinan manusia membuat lukisan, yakni: (1) lukisan dibuat sebelum air laut naik (berarti lebih tua dari 3.000an tahun lalu), (2) dibuat setelah air laut naik (berarti harus lebih muda dari 3.000 tahun lalu), dan (3) bisa jadi daerah itu memiliki lukisan dari kedua masa tersebut.

Lukisan-lukisan Morowali umumnya memang berupa cap telapak tangan negatif yang diterakan pada clifpantai pulau-pulau kecil di kawasan Teluk Kolonodale. Keberadaan lukisan tapak tangan ini oleh masyarakat setempat memiliki tradisi lisan yang mengisahkan bahwa “konon ada raja yang mendorong pulau-pulau itu untuk saling menjauh dengan telapak tangannya agar perahunya bisa masuk”.

“Posisi lukisan tapak tangan Morowali perlu dikaji lebih mendalam karena letaknya sangat stategis di perbatasan lukisan tapak tangan yang memiliki ciri Indonesia Barat dengan lukisan tapak tangan berciri Indonesia Timur” tuturnya.

Sulawesi Tengah memiliki akar sejarah yang sangat panjang ke belakang, bahkan tidak berlebihan kalau dikatakan bahwa wilayah ini di masa lalu termasuk daerah yang mempunyai peradaban yang tinggi. ini ditandai dengan keberadaan benda peninggalan kebudayaan megalit yang terbuat dari batuan mosale dibuat sekitar tahun 2500-1500 SM.

Diakhir penjelasnnya, Haliadi mengungkapkan bahwa kajian potensi pariwisata dan keterancaman lukisan tapak tangan saat ini masih dalam tahap analisis.

Sumber: PPID Brida Prov. Sulteng.

Kepala Brida Sulteng Saksikan Langsung Pemaparan Progres Hasil Riset Lukisan Jejak Tapak Tangan Prasejarah

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *