Palu – Dalam rangka penguatan ekosistem riset dan inovasi daerah, Badan Riset dan Inovasi Daerah (Brida) Provinsi Sulawesi Tengah bersama Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) gelar focus group discussion (FGD) hilirisasi produk kakao berkelanjutan di Sulawesi Tengah. Bertempat di ruang pertemuan sekretaris Brida. Selasa (24/09/2024).
Mengawali FGD ini, Faridah Lamarauna, selaku Kepala Brida Prov. Sulteng menjelaskan bahwa saat ini Brida Sulteng telah menekankan melalui Surat Edaran Gubernur terkait riset satu pintu yang berada di Badan Riset dan Inovasi Daerah Provinsi Sulawesi Tengah. Selain itu juga, terdapat beberapa riset yang telah dilaksanakan yang merupakan kerjasama antara Brida Sulteng dengan perguruan tinggi maupun BRIN PIC Sulawesi Tengah.
Berkaitan dengan riset sendiri, saat ini jumlah riset yang telah dilaksanakan kian bertambah. Terlihat pada tahun 2022, jumlah riset yang dilaksanakan sebanyak 2 (dua) penelitian, tahun 2023 bertambah 4 (empat), hingga pada tahun 2024 ini meningkat sangat signifikan dengan jumlah 15 (lima belas) riset.
Dikesempatan itu juga, Faridah Lamrauna, mengungkapkan bahwa Brida Sulteng tidak hanya memiliki tugas dan fungsi yang berkaitan dengan riset, namun juga Brida telah melakukan kajian sesuai dengan visi misi Pemerintah Daerah Prov. Sulteng pada misi 9 (Sembilan) yaitu mendorong daerah otonomi baru (DOB).
Dalam pengantar FGD tersebut, Direktur Fasilitasi dan Pemantauan Riset dan Inovasi Daerah BRIN, Lukman Shalahuddin, mengungkapkan bahwa terdapat beberapa fokus kajian yang yang dilakukan oleh BRIN pada pemerintah daerah diantaranya yaitu komoditas perkebunan kakao Sulawesi Tengah yang sangat potensial.
Lukman Shalahuddin mengungkapkan rasa apresiasi dengan adanya surat edaran Gubernur terkait riset satu pintu, meskipun akan ada kemungkinan dalam pelaksanaan riset-riset tersebut tidak semua dapat ditangani.
“Jadi tidak mengapa ada beberapa hal yang tetap dilakukan oleh dinas, asalkan data dan dokumentasi diinformasikan ke Brida. Agar nantinya Brida yang membuat data base seluruh aktivitas riset dan inovasi yang ada di Sulteng, siapapun pelakunya” ungkap Lukman Shalahuddin.
Sedikit menyinggung terkait dengan indeks daya saing daerah (IDSD), Lukman Shalahuddin, menyebutkan bahwa dari hasil analisa IDSD Provinsi Sulawesi Tengah, masih banyak ditemukan pilar-pilar yang disebabkan kurangnya keunggulan komperatif yang dimiliki oleh Sulawesi Tengah.
“Banyaknya tambang, perkebunan, pertanian yang ada di Sulteng, namun bagaimana memanage sumber daya tersebut yang masih menjadi kelemahan. Hal tersebut terpotret dalam IDSD” jelasnya.
Dari temuan indeks daya saing yang telah dilakukan, maka perlunya hasil tersebut dijadikan sebagai salah referensi baik dalam melakukan kajian ataupun rencana pembangunan. Dalam hal ini, beberapa pilar yang dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk mengatasi berbagai kelemahan-kelemahan yang ada.
“Dengan ini kami mengusulkan, ada salah satu kajian untuk memanfaatkan potensi kekuatan produk unggulan Sulteng yakni hilirisasi agribisnis Kakao di Sulawesi Tengah” lanjutnya.
Mengutip penelitian yang telah dilakukan oleh, Siti Yuliaty Chansa Arfah, dari Universitas Tadulako yang mana telah mengidentifikasi strategi untuk penguatan agribisnis kakao. Dalam paper yang ditulisnya menjelaskan, bahwa agribisnis kakao membentuk ekosistem yang tidak berdiri sendiri, mulai dari lingkungan mikro, makro, hingga lingkungan global.
“Hal ini perlu menjadi frame buat kita, sehingga dalam memperkuat ekosistem agribisnis kakao menjadi menyeluruh” tutur Lukman.
Paper ini juga dijelaskan bahwa dalam peningkatan daya saing agribisnis kakao, kakao Sulawesi Tengah unggul secara komparatif, rasa yang khas, serta tenaga kerja yang tersedia. Namun disisi lain, paper tersebut juga menyebutkan bahwa terdapat kelemahan dalam daya saing agribisnis kakao di Sulteng beberapa diantaranya seperti rendahnya posisi tawar petani dalam menentukan harga, maraknya konversi lahan yang dilakukan oleh petani, hingga pada rendahnya kualitas kakao.
Terdapat beberapa strategi yang disarankan dalam paper tersebut diantaranya yaitu meningkatkan kegiatan promosi produk kakao Sulawesi Tengah, meningkatkan produksi dan diversifikasi produk kakao, mempercepat pelaksanaan industry kakao berkelanjutan, serta pembentukan dan penguatan kelompok tani.
“Strategi ini nanti tentunya perlu modifikasi, yang intinya mengarah pada peningkatan kinerja petani dan konsumsi kakao” pungkas Lukman.
Masuk dalam pembahasan inti, Asep Saepudin, selaku Pelaksana Fungsi Fasilitasi Riset dan Inovasi Daerah, pada Deputi Riset dan Inovasi Daerah (RID) BRIN, menjelaskan bahwa urgensi pelaksanaan kajian ini diawali dengan adanya permasalahan penurunan produksi dan produktivitas komoditi sejak tahun 2016.
Kajian ini sendiri bertujuan agar tersedianya dokumen kajian yang dapat menjadi referensi dan pedoman bagi perangkat daerah terkait penanganan hulu-hilir komoditas kakao. Tidak hanya itu, kajian ini dimaksudkan untuk memperbaiki rantai pasok komoditas kakao, diversifikasi pasca panen pengolahan kakao dan mendukung kekuatan industry dalam negeri.
Jika ditilik dari segi kontribusi terhadap perekonomian Indonesia, nilai ekspor kakao mencapai US$ 654 juta atau 19 persen dari total ekspor kakao dunia. Sedangkan dari manfaat kesehatan, kakao mengandung antioksidan,anti hipertensi, antidepresi, antidiabetes type 2. Tidak hanya itu, limbah Kulit kakao mengandung kalium untuk bahan pembuatan sabun cair.
Selanjutnya, Asep Saepudin, juga menyebutkan beberapa tantangan yang terjadi pada sector kakao di Indonesia yaitu masih rendahnya produktivitas kakao, rendahnya kapasitas untuk masuk kepasar global maupun memperluas pasar lokal, serta kapabilitas teknis dan kebijakan yang tidak memadai.
Turut hadir: Dinas TPH Prov. Sulteng, Dinas Perkebunan Sulteng, Dinas Perindag Sulteng, Dinas Koperasi dan umkm, BRIN PIC Sulteng.
Sumber: PPID Brida Prov. Sulteng.